Pengalaman Saya Awal Belajar Fotografi

October 27, 2017



Di era digital sekarang ini belajar fotografi sangatlah mudah, begitu banyak informasi yang bisa kita dapatkan mulai dari pemilihan body kamera yang sesuai dengan kita serta informasi tentang aksesoris2 tambahan yang digunakan pada kamera agar kita bisa mendapatkan hasil foto yang indah untuk dinikmati para pecinta fotografi.
Berbeda ketika belajar fotografi pada era kamera manual, info yang kita dapatkan sangatlah sulit, sebagai pengalaman pribadi ketika saya baru mengenal dunia fotografi. Pada era tersebut hanya beberapa kalangan saja yang bisa belajar fotografi, dikarenakan peralatan fotografi tergolong langka dan mahal.
Paling banyak kamera poket manual yang sering ditawarkan pada kita ketika kita masuk ketoko peralatan fotografi.
Dan yang paling utama siapa gurunya, terus terang saya sempat jengkel ketika dulu saya menanyakan kepada seorang fotografer amatir di lingkungan saya tentang bagaimana dan apa yang perlu dipersiapkan untuk belajar fotografi, jawaban yang saya terima tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan yaitu belajar foto itu susah, mahal dan kamu belum waktunya, kecewa sih tapi gak papa karena saya yakin suatu saat saya pasti bisa belajar fotografi. Pada akhirnya bapak membelikan kamera poket pada tahun 1996 di Kota Sui Pinyuh Ponianak KalBar merk Fuji Film MDL 55, kamera murah meriah untuk mengabadikan moment, namun sayang tidak banyak foto yang tersisa dikarenakan penyimpanan roll film dan foto hasil kamera tersebut apa adanya tapi kamera tersebut masih tersimpan meski sudah rusak karena memang tak terawat.



Terus terang saya jatuh cinta pada fotografi sudah sejak lama, ketika saya menemukan album kenangan foto2 karyawan perkebunan coklat di Kota Kalibaru Banyuwangi pada masa penjajahan Belanda, waktu itu saya berpikir begitu hebatnya kenangan lama masih bisa kita nikmati setelah puluhan tahun lamanya, padahal pekerja2 didalam foto tersebut telah banyak yang meninggal tetapi kenangan berupa selembar foto masih bisa membawa cerita suka dan duka seola-olah kita hadir didalam cerita pada waktu itu. Akan tetapi di era digital lah saya baru benar2 bisa belajar fotografi.
Kebetulan ada seorang teman yang bergabung di JUFOC mau mengajari tehknik dasar fotografi, kesempatan untuk mengenal fotografi saya gunakan sebaik mungkin, ibarat pepatah sambil menyelam minum air itulah yang saya gunakan Bapak membelikan DSLR bermerk nikon D80, maklumlah karena masih status pelajar jadi mesti minta bapak untuk membelikan, setelah itu saya mulai sering diajak hunting, awal mula setting kamera saya menggunakan auto untuk nyari amannya setelah membaca referensi dari beberapa buku mulailah saya belajar menggunakan setting manual, belajar fotografi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Pengenalan mulai angle, shutter speed, aperture, iso adalah komponen penting untuk kita pahami.
Intinya kita belajar sabar, berani mencoba, mau bertanya biar ga sesat dijalan serta tekun.
Semakin mengenal fotografi semakin kita menjadi gila apalagi tau harga peralatan penunjangnya seperti lensa, flash eksternal, tripod dkk. Akan tetapi sekarang telah banyak menjamur persewaan alat2 fotografi sesuai yang kita inginkan jadi kita bisa explore body kita semakin jauh.
Meski era digital tampilkan hasil fotomu dengan rasa manual itu nasehat yang diberikan seorang fotografer tua yang pernah saya temui, beliau bercerita banyak sekarang orang belajar fotografi itu instant, mainset yang tertanam edit dan edit, hasil jepret kurang bagus langsung edit.
Beliau mengatakan orang moto itu ibarat mancing, ketika orang beranggapan foto yang kita tangkap itu hasil editing dengan menggunakan sofware editing yang ada padahal kenyataannya tidak seperti itu, maka ibarat kita mancing ikan paus yang kita dapatkan, jadi rasa bangga dan rasa puas itu bercampur menjadi satu.
Apabila sebaliknya foto kita tak lain adalah foto komersil yang tidak ada nilainya, bahasanya beliau foto kalender.
Dari nasehat beliau kesimpulan bahwa butuh pengorbanan untuk mendapatkan hasil foto yang bagus, tentunya didukung dengan pelengkapan yang memadai. Maklum saya sendiri sangat pemula dalam dunia fotografi.
Mulailah sedikit demi sedikit saya beli perlengkapan yang dimaksud tentunya dengan bantuan finansial dari bapak, bapak sangat mendukung karena harapan bapak saya bisa mendirikan studio foto karena bapak begitu berharap anak2nya menjadi seorang wiraswasta, dengan berwiraswasta kamu akan menikmati hidupmu kata bapak.
Sekitar tahun 2010 bapak mendirikan studio foto buat saya, berbekal dengan kamera nikon D80 serta lensa kit serta peralatan standard saya mulai menjalankan usaha yang bapak dirikan untuk saya.
Pada akhirnya saya mendapatkan job pertama yaitu foto manten atau wedding bahasa kekiniannya. Kendala pertama saya di pencahayaan dan pengaturan posisi obyek, sampe2 selama acara berlangsung keringat dingin mengalir deras, rasa takut hasil yang kurang bagus mengganggu pikiran saya. Dan benar adanya semua hasil foto saya under exposure atau gelap, untungnya dengan sedikit bantuan editing itu bisa diatasi tapi bukan berarti saya akan seenaknya sendiri dalam pengambilan gambar karena bantuan editing.
Sekali lagi Allah memberikan kemudahan bagi saya, saya dipertemukan orang yang mau mengajari saya mengenai pencahayaan terutama buat acara mantenan atau wedding. Alhamdulillah job ke2 yang saya terima hasilnya sudah lumayan untuk diterima.
Konsep yang saya terapkan bukan konsep editing sedangkan pasar menginginkan editing job yang saya dapatkan tidaklah seramai studio2 yang lain tapi itu bukan masalah bagi saya karena saya masih punya keyakinan bahwa konsep saya masih ada yang menerima, hingga pada akhirnya Allah kembali mempertemukan saya dengan seorang perias lokal yang masih mau menerima konsep saya, yang saya tawarkan kepada beliau adalah saya mengajak pengguna jasa saya untuk memilih foto hasil jepretan saya mana yang dicetak dan mana yang dibuang mereka hanya saya kenakan tarif sesuai foto yang dicetak sebesar Rp.7.500/lembar foto yang dicetak untuk ukuran 4R. Merekapun merespon baik dengan apa yang saya tawarkan meski pada akhirnya mereka membayar saya lebih dari yang sudah kami sepakati apalagi ketika musim panen kopi atau coklat dikarenakan medan yang saya tempuh menuju tempat acara luar biasa sulit layaknya medan off road.
Tak jarang saya terjatuh apabila musim penghujan tiba, medan berlumpur begitu licin untuk dilalui, yang saya takutkan kalo2 masuk jurang. Tapi syukur Alhamdulillah hal tersebut tidak saya alami.
Kurang lebih 3 tahun lamanya saya menjalin kerjasama dengan beliau hingga pada akhirnya saya bekerja di Perusahaan Pengalengan ikan di kota Muncar Banyuwangi, saya banting setir karena job yang saya terima sedikit mengalami penurunan. Jarak kerja yang saya tempuh lumayan jauh sekitar 60 menit saya sampai tempat kerja jadi perjalanan 2 jam untik pulang pergi kerja setiap harinya, dan di pabrikpun awalnya saya ditempatkan di gudang dengan posisi dropping B atau harian lepas akan tetapi Allah memberikan kemudahan lagi bagi saya setelah beberapa bulan saya mendapatkan posisi dropping A atau bisa dikatakan pekerja yang semi legal dan pada akhirnya saya mendapatkan posisi pegawai tetap dengan gaji mingguan.
Semua patut disyukuri terlepas dari itu aktifitas fotografi saya tak tersalurkan, kamera tak lagi terurus hingga pada pada akhirnya lensa berjamur body rusak karena jatuh pada waktu penyimpanan.
29 maret 2014 kalo ga salah saya putuskan resign karena sudah tak lagi nyaman dalam bekerja terutama hubungan individu antar teman sudah tak lagi senyaman dulu.
Sampai seorang teman berkata nyantai aja bro ikutin aja dulu arusnya yang penting kita aman, akan tetapi saya tidak pedulikan hal tersebut karena saya punya keyakinan meski harus melawan arus sekalipun jika ada niat pasti kita bisa hidup dimanapun itu berada.
Mendengar anaknya yang tak lagi bekerja Ibu saya telpon dan mengatakan lebih baik kamu pulang keMadiun teruskan usaha yang sudah dirintis bapakmu sekita saya bertanya pada istri seandainya pindah ke Madiun Bagaimana?, Begitu antusiasnya istri menjawab ayo! Kapan?
Jawaban istri seolah-olah memberiku semangat yang luar biasa.
01 April 2014 saya berangkat menuju kota madiun dengan semangat dan harapan baru tapi istri masih harus tinggal  sampai bulan juni dikarenakan masih terikat kontrak kerja sebagai THL di Puskesmas Kalibaru Banyuwangi.
Di kota Madiun usaha LPG yang bapak rintis dipercayakan kepada saya, bertemu dengan pelanggan baru yang karakternya berbeda membuat saya kembali belajar satu hal yang baru. Tak terasa hampir mendekati bulan juni, bulan yang saya nantikan untuk bisa berkumpul dengan istri. Begitu istri berada di Madiun tak lantas dia langsung mendapatkan pekerjaan sesuai dengan profesinya untuk mengisi waktu luang istri membuat sari kedelai untuk saya titipkan ke sekolah2, kurang lebih 1 tahun lamanya menunggu istri akhirnya bisa bekerja di Apotik Menggala Madiun.
Disinilah aktifitas fotografi saya kembali bernyawa setelah sekian lama vakum. Ada seorang rekan kerja istri yang pingin belajar fotografi kebetulan dia membeli body kamera yang satu merk dengan yang saya punya.

Ini Dia Orangnya
Om Edward Anas
Dengan pengalaman yang saya punya mulailah kami hunting bareng, saling bertukar pendapat bahkan dia rajin menshare video2 tentang fotografi dari youtube ke saya. Dia sendiri punya harapan suatu saat bisa mendirikan studio foto sendiri setali tiga uang saya sendiripun masih punya impian bisa mendirikan studio foto lagi, akan tetapi saya ingin suatu saat peralatan yang saya gunakan bukan lagi peralatan amatir karena hasilnya sangat jauh berbeda, ada kualitas pasti ada harga yang harus dibayar.
Cukup sekian tulisan pengalaman pribadi dari saya mengingat waktu sudah menunjukan pukul 01.47 WIB sudah waktunya istirahat.

Semoga pengalaman pribadi yang saya tulis bisa memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Alhamdulillah saya bisa menuangkan semuanya dalam tulisan saya kali ini. Mohon kritik dan saran karena manusia tempatnya kekurangan.
Wassalam



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »